Kau adalah anugrah terindah yang pernah aku miliki, dan aku akan menjaga dan memperjuangkan mu. Aku tak kan pernah menyia-nyiakan mu, karna aku cinta kamu.
Segalanya akan indah pada waktunya.
Kau adalah anugrah terindah yang pernah aku miliki, dan aku akan menjaga dan memperjuangkan mu. Aku tak kan pernah menyia-nyiakan mu, karna aku cinta kamu.
Segalanya akan indah pada waktunya.
Senin subuh 20 Januari 2014 aku terbangun lebih awal, tampa bisa tidur lagi. Yah, waktu masih menunjukkan pukul 04:35 WIB aku tak bisa lagi untuk tertidur. Meski sebenarnya aku masih mengantuk, gelisah rasa takut kehilangan dan antusias kamu akan memulai sesuatu yang baru. Benar, ini adalah hari terakhir bersamamu di kota ini - kota kita. "Yank,,, aku gelisah..!!" desis ku lirih pada foto mu. Tapi akal ku memaksa agar aku tetap tenang dan sabar untuk ujian ini, aku tak ingin terlihat sedih melepas mu berjuang karna akal ku meyakinkan kepergian ini hanya sementara. Dan bila waktu nya kita akan kembali bersama, melalui suka duka berdua. Mungkin di kota kita, atau juga kota itu. Subuh itu, aku shalat dulu agar aku tambah tenang berhadapan situasi sulit ini. Setelah bercerita tentang rasa ku dan juga asa ku pada "sang pemilik segala" aku sedikit lebih santai. Aku awali pagi terakhir dengan sedikit sarapan, lalu bergegas mandi dan mengantar mama pergi ke kantor dan langsung menuju rumah mu. Karena aku berjanji untuk mengantar keberangkatan mu ke bandara. Yah, Bandara Internasional Minangkabau. Bandara kebanggaan "urang awak" dan satu-satunya bandara umum di daerah kita. Yah, kusadari hatimu tak enak saat kamu sarapan pagi itu di sampingku. Dua potongan kecil lontong tak sanggup lagi kamu habiskan, dan kulihat berbagai kegalauan di matamu. Aku sedih, tapi tak ingin ku perlihatkan padamu dan aku mencoba menghiburmu dengan membuat keceriaan di wajah mu.
Aku tak mau memaksamu untuk makan lebih banyak, karena ku tahu rasanya sangat perih harus pergi jauh meninggalkan orang tua, abang serta adik-adik mu. Sayang,, aku ingin kamu memulai dengan senyuman termanismu. Aku tak ingin kesedihan menghambat semangat juangmu di sana, di negeri orang. Aku rela, jika harus bertarung dengan kerinduan yang akan menghantuiku. Aku rela tak sanggup menghapus keringatmu saat berjuang. Semua ini awalnya, dan kamu harus semangat berjuang, di sini aku pun akan berjuang memenuhi apa yang kamu minta seraya tetap setia menjaga cinta kita dan mendo'akan segala yang terbaik untuk mu.
Setelah perjalanan yang lumayan melelahkan, karena harus berputar jalan akibat macet akhirnya kita sampai di kota Padang tepat waktu, sehingga ada waktu untuk berjumpa kedua adik mu yang salah satunya berulang tahun hari ini. Dan ia juga berkesempatan mengantarmu ke bandara. Aku terenyuh saat kita memasuki lingkungan bandara, kegundahan subuh tadi kembali mengusik akal sehatku. Sebakpun menggelayuti segalanya, aku tak lagi bisa berdamai dengan kesedihanku. Terutama saat kamu telah memasuki ruang check in. Meski ada adik perempuanmu bersamaku, tetap saja aku tak sanggup menahan getaran kesedihanku. Itu jelas terlihat dari getar suaraku yang seakan mengisak. Tapi aku tahan air mata itu tetap dalam mataku. Nanti pada saatnya akan ku tumpahkan dalam pelukanmu.
"Yank,,, baik-baik di sana.. Jangan nakal.. Jaga hati,, jaga cinta kita....!! Uda sayang Awen..!!" bisikku pada mu pelan, karena aku berusaha sembunyikan lirih hati ku. Kamu pun berujar "hu uh.. Insyaallah... Yank do'ain awen ya...!!" lalu berjalan masuk dan berkata "Dadah FANDRA...!!". Aku pun melambaikan tanganku, sambil tersenyum meski sebuah senyum yang ku paksakan.
Sebenarnya aku tak kuasa untuk menyaksikan pesawat yang akan membawamu ke rantau orang meninggalkan tanah minang, karena aku ragu ketegaranku menyaksikannya. Beberapa kali aku mengantar orang terdekatku ke bandara, semua berujung pada jatuhnya air mata ku. Adik kandung serta sepupuku pernah memaksa air mata ku menitik. Tapi aku paksakan untuk melihat keberangkatan tumpangan mu. Saat pesawatmu tinggal landas, saat itu ku lambaikan tangan ku sembunyi-sembunyi dan berbisik dalam hati "Selamat jalan yank,, selamat berjuang,, semoga beruntung, dan kembali untukku..!!"
Sunset yang indah di kota Padang pun menjadi saksi awal perjalanan mu.
Aku sangat mencintai mu, makanya aku rela berpisah sementara waktu. Semoga kita tetap bisa bersama kembali. I LOVE YOU SO MUCH WENY MAIDWANTI..
Aku mulai gelisah, mendengar cerita itu. Yah, cerita tentang rencana kepergianmu ke rantau demi mengadu untung juga sekaligus melepaskan kungkungan tempat ini. Disini kau terjerat kenyataan yang sangat susah untuk kau hadapi, semua pernah kau ungkap padaku. Dan hari itu, tepatnya pada hari minggu, kita berdua mencari tiket pesawat untuk keberangkatan mu. Aku tak tahu apa yang sedang kurasakan saat itu, segalanya berputar di sekitarku dengan amat cepat, makin lama makin menyiksa perasaan ku. Saat aku baru mulai merasakan bahagia bersamamu, serta saling berbagi sayang. Yah, baru beberapa saat ini aku merasakan kebahagiaan tak berbatas bersama mu, kini berganti ketakutan akan kehilangan mu untuk sementara waktu.
Sekelabat berbagai pikiran berlalu lalang di kepalaku. Sebagian mendukung keputusanmu, sebagian lain tak rela engkau pergi. Aku tak sanggup berjanji untuk membahagiakanmu, tapi aku berjanji melakukan segala yang terbaik untuk mu, untuk kita. Terkadang muncul kerelaan membiarkan mu pergi, karena aku percaya akan keseriaan mu jika aku bisa setia. Namun aku ragu saat kau selalu menghakimi dirimu sendiri, bahwa kau tak sanggup untuk berkomitmen saat jarak berjauhan. Aku sebenarnya juga sangsi dengan semua itu, tapi aku tak pernah ingin kau pergi dari hidupku. Meski akan berat jalani hari-hari dibalut kerinduan, tapi aku akan berjuang. Karna pada saatnya aku juga akan menyusulmu kesana. Sayang, maukah kamu untuk tetap berpegang tangan saat kita tak seiringan? Layaknya sepasang rel kereta api, meski tak bertemu mereka selalu menuju tempat yang sama serta kesetiaan untuk berdampingan.
Uda sayang Awen, uda ingin bersama awen dan mempeejuangkan segalanya. Karna awen adalah satu-satunya mimpi yang tersisa saat ini.
Hitungan hari tahun ini hanya tersisa beberapa hari saja. Tapi cerita tentang tahun baru sebenarnya tidak menarik bagiku. Aku lebih suka menikmati tahun baru dalam kesunyian, jauh dari hiruk pikuk suara ledakan petasan juga terasing dari riuh sorak sorai serta tiupan terompet yang sumbang di sekitar telingaku. Tepatnya aku tak mengharapkan adanya peringatan datangnya sebuah tahun baru, karena saat ku benar-benar sadar bahwa sebenarnya perayaan itu seperti menyorakkan hitungan mundur dalam kehidupan. Yah, tanpa kita sadari tahun baru telah memangkas sisa waktu kita d dunia ini. Tapi, tahun ini aku hilangkan semua pikiran tersebut. Dan secara iseng aku mengajakmu untuk menikmati perayaan tahun baru, yang pada akhirnya menjadi sebuah keinginan yang besar untuk menutup tahun ini dengan mu.
Saat keinginan itu makin besar, maka aku tak sadar kalau ternyata aku terkesan lebih memaksa mu, bukan mengajak. Mungkin benar saat itu aku kembali seperti anak usia belasan yang baru mengalami pubertas, tapi tak apalah yang penting aku bersama orang paling berharga di hidupku saat ini dan akan datang (semoga).
Dan saat hari terakhir tahun 2013 ini aku seperti mengalami kegalauan ala anak belasan tahun lagi, sikapmu penuh dengan tanda tanya. Pagi hingga siang sangat manis padaku, dan aku senang. Lalu beberapa hal di tempat kerjaku cukup membuat aku kesal, dan tentu saja di iringi kekesalan atas perubahan sikap mu. Yah, perubahan sikapmu dari sangat manis dan berubah menjadi seperti tak berminat menghabiskan momen pergantian tahun bersamaku, dan aku sedih. Sebelumnya aku tak pernah berharap untuk ikut terlibat perayaan tahun baru setelah beberapa tahun ini tak pernah ku ikuti lagi, tapi tiba-tiba saat ini aku berharap bisa ikut merayakan. Mungkin benar aku kasmaran, dan ingin menikmati segala hal bersama mu.
Setelah malam datang dan sedikit rengekan agar kamu mau melewati momen pergantian tahun bersamaku jadi kenyataan, kamu bersedia pergi bersamaku. Saat menjemputmu kerumah, ternyata kamu sengaja membuatku bingung dengan sikapmu sore harinya. Itu dapat ku tangkap dari kesiapan mu untuk pergi dan sedikit rengekanmu pada "ama" untuk dapat memaksa "ama" membiarkan kamu pergi menikmati perayaan tahun baru bersamaku. "thank's" gumamku dalam hati.
Waktu baru menunjukkan jam 9 malam, dan masih ada beberapa jam lagi menuju detik pergantian tahun. Aku mengajakmu kesebuah tempat ngopi di kota kita, dan aku membayar janjiku tentang sebuah tempat dimana kita bisa tertawa dan menangis atau apalah di tempat itu. Yah, sebuah meja di pojok jenjang rumah kopi tersebut pilihanku, jauh dari pengunjung lain dan suasana yang kuakui cukup romantis. Kita tertawa lepas disana dengan candaan sesuka hati kita, mengabaikan mereka yang berkeliaran lalu lalang di samping kita. Diantara mereka beberapa orang mengenali mu, dan kamu agak sedikit keki dengan hal itu. Tapi sepertinya itu tak mengurangi kesenangan mu malam itu, dan itu terpancar dari sorot matamu.
Saat mendekati waktu pergantian tahun mendekat, kita pun menuju pusat keramaian malam itu. Motorpun ku parkir lalu kita berjalan menembus sedikit kerumunan orang. Kamu menggandeng tanganku, dan saat itu aku merasa sangat amat bahagia. Beberapa foto serta beberapa menit rekaman pesta kembang api aku ambil, dan semuanya kamu. "Selamat tahun baru 2014, acuhkan segala caci dan gunjingan orang tentang ku, tentang mu, tentang kita. Karna yang benar-benar tahu tentang ku aku dan tentang mu kamu, tentang kita, sangat jelas kita berdua. Mari mulai sesuatu dari awal tahun ini. HAPPY NEW YEAR'S wen!"
Yah,, boleh di bilang seperti itu. Seperti tertulis di dinding bus Antar Kota Dalam Provinsi. Perjalanan dimulai sore minggu bertepatan dengan hari ibu. Lupakan hari ibu, kembali ke topik utama.
Dengan waktu persiapan yang mepet, karena motor yang belum ganti oli, serta tongkrongan yang racing lengkap knalpot racing. Maka aku pun buru-buru mengganti knalpot dan oli. Memang, agak molor siyh persiapannya.
Dan perjalanan pun kita mulai dari rumah mu. Kita mulai sedikit ceria menuju kota yang memang memiliki cerita bagi kita masing-masing. Tapi kini kita berdua, dengan harapan sesuatu yang lain. Langit juga indah menemani perjalanan itu. Kota itu, 21.05 WIB kita menyentuh kota itu dengan seuntai senyum. Aku rasa begitu, tapi bagimu itu berarti atau ini hanya perasaanku sepihak saja. Aku enggan memikirkan sejauh itu, yang paling penting aku merasa bahagia bersamamu dikota itu.
Kita mencari sebuah alamat, perlahan dan kita tak temukan alamat tersebut malam itu, dan aku berjanji padamu sebelum pagi aku sudah tau alamat itu. Memang, jam 12 malam saja aku sudah berhasil.
Paginya kita pergi ke alamat yang kita cari semalam, dan aku menemanimu untuk mengikuti sebuah test pejerjaan. Lelah juga, menunggu untung beberapa kolega ku bekerja di sana, dan bisa menemaniku meski harus pergi lagi karena pekerjaannya. Hingga sore menjemput panasnya siang kota itu, semua selesai dan kita bisa berfikir untuk istirahat. Tapi sialnya kita, yang seharusnya beristirahat untuk pulang kembali ke kota kita. Tempat kita memilih beristirahat akan di tinggal seluruh penghuninya untuk kesibukan masing-masing.
Tercetus ide, untuk sedikit menikmati kota itu, berkendara sore juga baik d kota itu. Sampai pada akhirnya nonton jadi pilihan bijak kita sore itu. Film selesai seiring dengan azan magrib yang berkumandang di sekitar kita. Dan hati mulai berperang, saat sadar akan segera beranjak dari kota ini kembali ke kota kita.
Setelah segalanya dirasa beres, kita mulai perjalanan menuju kota yang mungkin memberikan tekanan lebih bagimu, mungkin juga bagi ku atau kita. Tapi bagaimanapun disanalah kehidupan kita, setidaknya saat ini. Kau dekap aku sepanjang perjalanan, sesekali aku kau tinggal tidur. Aku cukup menikmati perjalanan pulang itu, karna bersamamu dan kita bisa bercengkrama kecil di atas sepeda motor ku. Ditengah perjalanan serangan rasa lapar membuat mataku sedikit mengantuk dan kita beristirahat sambil makan malam di suatu tempat yang dikenal kebanyakan orang yang berjalan dari kota kita ke kota itu. Makan malam dengan muka belepotan debu dan asap, tapi dengan guratan senyum dan tawa riang. Yah, kita sangat menikmati malam itu.
Setelah acaraakan selesai, perjalanan pun kembali harus d selesaikan, karena waktu mulai mendesak kita segera berada di kota kita. Dua kota lagi sebelum sampai di kota kita adalah dua kota yang terkenal dengan udara dingin dan lembab. Dan kau mengaku sangat kedinginan, hingga mengalami mati rasa. Ah, aku tak bisa bantu apa-apa karena aku hanya punya sepeda motor.
Kau peluk aku kian erat guna melawan rasa dingin yang menyerangmu, dan aku biarkan itu kau lakukan.
Kira-kira hari memasuki tengah malam, saat kita berhasil sampai di kota kita dan aku mengantar mu ke rumah, walau sebenarnya masih ingin bersamamu. Perjalanan ini mungkin tak berarti untukmu, tapi bagiku bersamamu adalah sebuah anugrah yang dihadiahkan tuhanku padaku. Perjalanan ini ku beri judul "OJEK AKDP".