Aku masih memikirkanmu, ya benar. Tak kuasa ku pungkiri perasaan ku terhadapmu, mungkin benar aku telah buta oleh cinta. Dan kini aku sakit, setiap saat kenangan kita menyesakkanku. Tapi apa daya, kini kau telah dengan nya dan mungkin ia lebih mampu memberimu bahagia. Sementara aku hanyalah sekilas cerita bagimu. Entah ini hanya sentimen pribadiku, atau memang seperti itu kenyataannya? Aku tak pernah dapat jawaban yang pasti.
Aku tak menyesali segala yang pernah terjadi, dan aku tahu resiko terluka selalu ada saat bermain pisau. Begitupun dengan cinta dan harapan. Aku pernah membaca sebuah filsafat kuno Latin "Si Vis Pacem Para Bellum" (Jika kita menginginkan kedamaian, persiapkan diri untuk perang). Makna yang ku tangkap dan ku pahami tentang filosopi ini sederhana, jika berharap persiapkan diri untuk kecewa. Setiap keputusan yang kita ambil, pikirkan peluang terburuknya. Dan kini kemungkinan terburuk yang ku perkirakan muncul, saat kini kau telah dengan nya. Seakan semua yang terjadi tak berharga bagi mu, tapi saat kita tak saling mengingat itulah saat paling menyakitkan. Semoga bahagia "kunang" dan kuharap tak ada kecewa yg kau terima darinya. Aku disini tak rela kau tersakiti, cukup aku yang terluka oleh pisau yang kuasah dan ku mainkan. Karena semua ini aku yang memulai, aku yang menginginkan, maka konsekwensinya aku yang menerima.
Maaf atas segala kekuranganku, sikap burukku, dan egoku.